Posts

Showing posts from 2010

Gegar Budaya (Part 1)

Apa benda ter-aneh yang saya bawa dari Indonesia ke A.S? Jawabannya: gayung. Saya bawa gayung karena risih harus bersih-bersih (baca: cebok) pake tisu. Sebenernya bukan hal baru sih, karena di Jakarta juga udah banyak tempat yang make sistem toilet kering. Tapi tetep aja yang namanya udah kebiasaan, ritual cebok harus memakai air itu menjadi hal yang sangat krusial. Itu kalo di apartemen sendiri. Kalo lagi di tempat umum, biasanya saya ambil tisu banyak-banyak, trus dibasahin di wastafel. Pernah juga nih, waktu nginep di mentor family, di kamar mandi tamunya mereka nyediain gelas kertas langsung buang. Mungkin buat gelas kumur untuk sikat gigi. Tapi ya, saya make itu buat menampung air :D Nyuci juga beda lagi. Di apartemen ada laundry room dengan mesin cuci dan mesin pengering. Satu mesin bekerja dengan empat keping 25 sen, atau total satu dolar. Tinggal masukin deterjen dan pakaian, nanti air bakal dialirkan ke mesin. Trus pilih pengaturannya, suhu air mau normal, hangat, at...

Wuzz wuzz wuzz...

Saya suka naik bus. Kalo di Jakarta, enaknya naik bus sendirian, duduk di pinggir deket jendela, pasang music player trus ngeliatin jalan. Gaya lain menikmati perjalanan di bus? Tidur :) Gak peduli grasak-grusuk karena jalan rusak atau busnya yang gak nyaman, atau cara nyetir sopir yang ugal-ugalan. Di Everett (dan saya yakin Amerika pada umumnya), armada bus mulus dan berkilau. Wuzz wuzz wuzz, nyaman di perjalanan... Yang paling beda, busnya gak setiap saat lalu lalang. Cek jadwal dulu, bisa lewat internet atau buku jadwal yang dibagiin gratis. Kalo gak, ya pasrah aja nunggu setengah jam atau satu jam sampe bus dateng. Ngeberentiin bus juga gak sembarangan, harus di station atau bus stop. Untungnya apartemen saya deket sama station. Tinggal lari dikit, nyampe. Bus stop pun jaraknya sekitar 1 kilometer satu sama lain. Jadi, mau naik atau turunnya rada jauh ya tetep aja gak bisa ngeluh. Jangan harap pak/bu sopir mau ngeberentiin busnya selain di bus stop. Oiya, soal turun nih. Bus gak s...

Back to School

Akhirnya setelah nunggu kurang lebih satu bulan, sampai juga saya di "petualangan" sebenarnya di AS ini: KULIAH. Selama sebulan di sini, boleh dibilang saya cuma liburan. Orientasi dan pengenalan sekitar Everett sambil jalan-jalan. Saya terakhir ke sekolah (kuliah) tahun 2008. Jadi begitu sehari sebelum kuliah di Everett Community College ini dimulai, saya sempet ngerasa grogi juga. Pertama, ini bukan semudah sindrom "kembali ke sekolah" dan ketemu temen-temen sekelas/sekampus setelah ngelewatin liburan panjang. Totally different . Saya masuk ke sekolah yang baru, di negara lain, dan orang-orang yang akan saya temui juga lain. Kedua, akan lebih mudah masuk ke lingkungan baru selama kita masih bicara bahasa yang sama. Nah ini yang nggak berlaku buat saya sekarang. Bahasa Inggris saya (terutama kalo ngomong) masih seada-adanya. Grammar mah sabodo teuing, yang penting orang ngerti. Intinya, saya (sempat) cemas gimana menghadapi itu semua. Yang terjadi kemudi...

Lebaran di Negeri Orang

Image
Untuk pertama kalinya, saya ngerayain Idul Fitri di negara lain. Beberapa hari sebelum Lebaran, status di jejaring sosial temen-temen senasib seperantauan bunyinya sama: homesick. Pengen Lebaran di rumah. Kangen masakan ibu. Tapi anehnya, saya malah biasa-biasa aja. Berhubung Islam agama minoritas di AS, momen Idul Fitri gak kerasa sama sekali. Akhirnya saya juga ikut ngerasa 10 September itu bukan hari istimewa. Saya pun berencana berdiam diri aja di apartemen karena kebetulan lagi gak solat juga. Tapi setelah dipikir-pikir, kapan lagi bisa melihat Lebaran di negara Paman Sam ini. Sayangnya, saya dan temen-temen muslim (Syamsul dari Indonesia, dan Mohsin dari India) belum kenal betul Everett dan kami gak sempet nanya-nanya tempat untuk solat Id. Lagipula, rasanya garing kalo merayakan Idul Fitri cuma bertiga. Akhirnya ketika malam takbiran, kami putuskan untuk solat Id di Kent, sekaligus ketemu temen-temen Highline dan bikin semacam pesta kecil-kecilan. Jarak Everett ke Kent memakan ...

Welcome to America

Image
Sometimes the dreams that come true are the dreams you never knew you had. It's just too good to be true :) Saya posting kalimat tersebut di Facebook sehari menjelang keberangkatan ke Negeri Paman Sam. It's true. Saya gak pernah mimpi bisa sekolah ke Amerika, apalagi gratis karena dapet beasiswa. Saya memang bercita-cita melanjutkan studi di luar negeri, tapi AS tidak pernah ada di daftar saya. Selain mahal, jauhnya juga minta ampun. Tapi ya, Alhamdulillah, takdir gak pernah diduga. Singkat cerita, 11 hari lalu akhirnya saya mendarat dengan selamat di negeri adidaya ini. Bayangan saya tentang Amerika, dipengaruhi film-film Hollywood. Tapi bukan bagian Sci-Fi-nya tentu. Minimal, gedung-gedung tinggi New York City lah atau bule-bule berpakaian modis dan minimalis (:D) seliweran di Los Angeles lah. Tapi, yang saya dapatkan pertama sampai di sini adalah suasana pinggiran kota. Pertama kali sampai, saya menginap beberapa hari di Kent, di negara bagian Washington, untuk orientasi. ...

Sekolah Perempuan Ciliwung: Perjuangan dari Pinggir Kali

Sekolah Perempuan Ciliwung di Gang Pelangi, Kelurahan Rawajati, Jakarta Selatan, hanya sekolah sederhana. Tak ada ruang kelas apalagi meja dan bangku. Sebagai alas duduk, digunakan terpal. Lokasinya di tanah terbuka di pinggiran Kali Ciliwung dengan semilir angin sepoi-sepoi. Sebuah papan tulis dipasang dengan menumpang dinding mushala. "Kalau udah mulai ngantuk, biasanya kita nyanyi-nyanyi dulu," kenang Khusniyah, salah seorang murid sekaligus pengurus sekolah. Para m urid di Sekolah Perempuan Ciliwung itu terdiri dari para ibu rumah tangga. Sudah dua bulan ini mereka tidak bersekolah. Luapan Kali Ciliwung dua bulan lalu* otomatis menghentikan kegiatan belajar-mengajar. Tanah lumpur dan sisa sampah mengering membuat permukaan tanah di lokasi belajar jadi tidak rata. Walau namanya sekolah, mereka tidak memakai kurikulum formal. Di sini, para murid yang berjumlah 62 orang belajar baca tulis dan isu-isu kekinian. Misalnya kesetaraan gender, kesehatan reproduks...

Merantau

Kalimat dari Imam Syafii, ahli hukum Islam. Saya kutip dari buku "Negeri 5 Menara" karya Ahmad Fuadi. "Orang pandai dan beradab tidak akan diam di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang. Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang." * Menghitung hari keberangkatan ke Negeri Paman Sam. Antusiasme bercampur gugup-isme . Semoga semua lancar. Amin. *

Sekelumit

Aku pandangi matanya lurus-lurus Wajahnya pias Pucat, tak bersemangat Dia bilang, "Aku mau hilang saja" Aku meneriakinya "Jangan cengeng begitu!" Lalu aku mendekat Sampai wajah kami berhadapan Uap napasnya terasa hangat Mimiknya penuh penyesalan "Kau putus asa?" cemoohku "..." Lihat, egonya bahkan tak terkatakan. Aku mendelik, dia juga Mataku menyipit, kening mengernyit Dia sama saja Bosan, aku mundur perlahan Satu, dua, tiga, hitungku dalam hati Secepat kilat aku menyerang Tanganku terangkat tinggi Tamparan tepat di wajahnya. Apa daya Tanganku kena kaca Wajah itu, Aku sendiri.

Semangat Kartini di Sekolah Inklusi

"Pendidikan yang bukan semata-mata didasarkan pada kecerdasan otak, melainkan yang sungguh-sungguh memperhatikan pembentukan akhlak, karena kecerdasan otak dengan sendirinya perasaan akan menjadi beradab. Begitu banyak contoh yang tak terhitung membuktikan bahwa kecerdasan pikiran yang tinggi masih belum merupakan jaminan yang mutlak untuk keluhuran budi." (Surat Kartini kepada Menteri Jajahan AWF Idenburg) Namanya Suffa. Dengan seksama, gadis cilik berusia 12 tahun itu mendengarkan ibu guru yang sedang menjelaskan pendidikan kewarganegaraan. Tak lama, jari-jarinya menggerak-gerakkan pena dengan lincah di atas reglet--alat untuk menulis huruf braille. Ini bukan pemandangan di sekolah khusus tuna netra, melainkan di sekolah dasar negeri biasa. Suffa menderita kebutaan sejak lahir. Ia pun belajar di sekolah inklusi, yakni sekolah reguler yang membaurkan anak-anak normal dan anak-anak "istimewa". "Aku seneng di sini, guru dan temen-temennya baik," kata murid ...

Good News

Image
Good news. Alhamdulillah... A new chapter in life. A new beginning. Bismillah :) *speechless*

Am I?

"Well, you're a writer, but you didn't write so many (words)." Kata-kata itu diucapkan seorang interviewer waktu saya wawancara di sebuah organisasi internasional pertengahan Maret lalu. Sebelum wawancara, ada semacam tes menulis dengan mendeskripsikan angka-angka di tabel. Saya cuma berhasil menulis satu halaman, sementara saingan-saingan saya mengerjakan 2, bahkan 3 halaman. Saat itu saya berkilah, "Well, less is more, Sir. Straight to the point." Saya, dia, dan seorang interviewer lain tertawa, meski jawaban ngeles saya gak lucu. Dan sejak itu, kalimat you're-a-writer-but-don't-write-so-many ini menghantui otak saya sampe sekarang. Mungkin dia benar. Saya tidak cukup banyak menulis. Selama ini yang membuat saya lancar menulis cuma curhatan-curhatan tidak penting. Saya gak bisa mengomentari fenomena atau peristiwa kemudian mengungkapkannya dengan pemikiran saya sendiri.  Di kantor, belakangan ini setiap kebagian nulis feature atau berita in...

Dear Stranger

Dear Stranger, I had weird consciousness at the first place. I guess I was wrong. You turned to be my wonderwall, un-conditional-listener, happy-go-lucky dreamer, invicible supporter, and carefree partner. I called you: my perfect distraction. Then, trouble happened in some other day. That time, I'm totally wrong. I'm taking you for granted and it's too bad You have your fantasyland in mind, and i cant go with it I'd rather stay with my complexity mind, and deal with it Living my crazy-messy-world, but somehow, it's real I dont know how to fix it Stranger, you got the key Whoever, Wherever, Whatsoever.

Marriageable

Nikah. Kata itu ada di sekitar saya belakangan ini. Gara-gara abis baca buku Shit Happens, tentang orang-orang yang memandang skeptis sebuah pernikahan, gara-gara cerita temen yang abis nonton film Hari untuk Amanda trus nakut-nakutin soal "is-he-really-the-one", gara-gara temen yang bilang lagi melakukan taaruf, dan gara-gara sepupu saya yang seumuran mau nikah bulan Maret ini. Khusus gara-gara terakhir, tiap ketemu keluarga besar saya jadi sasaran tembak pertanyaan klise "mana calonnya?", "kapan nyusul?", dan seterusnya. Kalo saya bilang pengen nikah empat tahun lagi, saya malah dipelototin. "Lama banget!" kata tante-tante saya. Haduh! Belum lagi temen-temen deket saya yang kebanyakan udah ngomongin rencana pernikahan. Lagi ngobrol apapun, bisa nyangkut ke satu kata itu. Dari ngomongin adat apa yang bakal dipake, sampe seragam apa buat kami para bridesmaid-nya. Ya sebenernya nikah sekarang, 5 tahun yang lalu, atau 5 tahun lagi, tergantung kesia...