Posts

Yang Kedua

Saya dan Pak Suami tidak selalu satu suara kalau ngobrolin rencana punya anak kedua. Kadang saya ngerasa udah cukup deh satu anak, lebih ekonomis gitu kan, hehehe. Sementara bapake ngerasa sepi dan kasian sama si nona kalau cuma sendirian. Lain waktu, saya kepengen banget punya bayi lagi, eh malah Pak Suami yang ngingetin, situasi dan kondisi finansial tidak memungkinkan. "Nanti dulu," ceunah. Lalu si nona tau-tau tahun ini enam tahun. :') Kami memang pengen kasih jarak 4-5 tahun dengan anak kedua, namun bahkan setelah ulang tahun Kana yang keempat dan kelima berlalu, kami tetap punya kecemasan ini itu. Kalau ada yang ngomong, "Buat anak mah ada aja rezekinya, jangan takut." Saya malah khawatir. Kok bisa nggampangin gitu, karena realistis aja, punya anak itu  cost -nya besarrrr. Saya lebih ngerasa relatable sama , "KB yang paling ampuh adalah nginget biaya sekolah anak." Hahaha,  true dat .   Hingga suatu hari di akhir tahun 2019, kami sepakat tahun d...

Nyasar

Image
Tiap tahun, Mama biasanya ngajakin belanja untuk keperluan Lebaran jauh-jauh hari, bahkan sebelum bulan puasa. Nah, beberapa hari lalu (Kamis, 30 Januari) mumpung PakSuami libur -- jadi bisa nungguin Kana di rumah--  saya dan Mama berangkat deh ke Tanah Abang, buat beli-beli barang yang biasa kami bagikan sebagai THR dan juga keperluan sendiri, kayak mukena, sarung, baju koko, dsb.  Tapi bukan itu intinya. :))) Belanjanya sih ya kayak biasa, yang dicari kadang dapet kadang enggak, yang gak dicari malah dibeli, ehehe. Jadi, pas berangkat kan kami naik TransJakarta jurusan Kebayoran Lama - Tanah Abang. Seharusnya pulangnya si pakai jalur yang sama.  Sudah hampir pukul dua siang, dan kami menunggu kedatangan si TJ di bus stop dekat Masjid Al Ma'mur. Cukup lama menunggu, akhirnya ketika busnya datang, kami langsung naik aja tanpa ngecek-ngecek. Sesudah itu, saya dan Mama ketiduran, maklum habis menjelajah Blok A dan Blok B kan, menenteng belanjaan, plus habis makan soto betaw...

Kisah Kaus Kaki

Pulang sekolah tadi, kaus kaki Kana kotor banget jadi saya tanya, "Tadi di sekolah kamu buka sepatu?"  Dia menggeleng, "Nggak," katanya.  Saya tunjukkan kaos kakinya yang dekil di bagian telapak.  "Tadi kamu pas cuci tangan sebelum makan atau main pulang sekolah, mungkin buka sepatu?" Cecar saya.  "Enggak buuu, aku gak buka sepatu dari tadi."  "Kok bisa sekotor ini kalo kamu nggak buka sepatu," saya makin nyinyir.  Raut muka Kana berubah, lalu, "Iya, yaudah! Aku yang salah!" Serunya sambil memukul dadanya keras. Matanya berkaca-kaca.  Saya tertegun.  Dalam sepersekian detik di pikiran saya muncul, astaga anak ini tertekan ya. Lalu saya tertawa kecil, berharap mencairkan suasana.  "Kok jadi marah-marah? Muka kamu lucu kalo lagi ngomel gitu." "Abisnya ibu nanya-nanya terus. Kan aku bilang aku nggak buka sepatu." Katanya. Kali ini sambil terisak. Hati saya mencelos, tapi ego yang tinggi masih sempat ngeles.  ...

Privilese

Image
Timeline Twitter beberapa waktu lalu ngomongin privilege, terutama tentang anak-anak orang tajir yang bisa menduduki posisi wakil menteri, staf ahli presiden, sampai yang dilabeli pengusaha muda yang inspiratif. Padahal kalau bukan karena latar belakangnya belum tentu mereka-mereka ini bisa 'melesat' karirnya.  Benar kalo ada yang bilang, titik start para penyandang privilej ini jauh terdepan dibanding rakyat jelata. Tapi, saya mikirnya malah bagus kalau seseorang bisa memanfaatkan 'kelebihan'nya ini dibanding cuma ongkang-ongkang kaki. Saya   kenal seseorang yang berasal dari keluarga sangat berada namun sayang 'hak istimewa'nya malah disia-siain. Ditawarin kuliah di luar negeri gak mau, alasannya karena ribet harus pake Bahasa Inggris. Kerja disuruh pilih di mana aja berkat koneksi, gak diambil juga.  Akhirnya dikasih modal usaha, tapi gak semua punya bakat dan kecakapan berbisnis kan. Ujung-ujungnya yang pegang kendali, ya ortunya juga. Anaknya mah  trav...

Sedekade

Image
Di Twitter sempat rame tentang refleksi  a decade gitu. Jadi mengenang kembali selama sepuluh tahun ini apa saja yang terjadi. Saya kepingin ikutan, tapi mending nulis di blog aja sekalian. Hahaha #bahankonten. 2010 'Ditembak' sama si mas, ehem. Lalu saya resign dari kantor pertama, sebuah portal berita, kemudian melanglang ke Yu-Es-Ei berkat beasiswa, dan LDR. Perjuangan banget lho ini pacaran beda benua, sempet bosen, lelah, dan nyaris mau nyerah. Akhirnya, kami bertahan. :D 2011 Lulus dan balik ke Tanah Air. Sempet kepedean dengan resume dan sertifikat yang dibawa, ternyata saya nganggur hampir lima bulan . Stress banget rasanya. Padahal saya gak minta gaji gede juga loh, hahaha. Baru dapet kerja di bulan November, di sebuah majalah fashion. 2012 Kerja di majalah sebetulnya salah satu pekerjaan impian. Nyatanya gak seindah bayangan, malah lebih mirip film Devil Wears Prada. :)) Saya kemudian ditawari ke salah satu  start up e-commerce . Awalnya saya cuma mau 'kabur...

Thanks, 2019

Image
source: Pinterest

Clueless

Kayaknya blog ini harus berubah judul jadi journaljourneyofjobs, abisan saya baru punya mood nulis pas berhubungan dengan kerjaan. Semacam blog curhat pekerja gitu jadinya. :')) 2019 udah mau berakhir dan saya mau merefleksi apa aja yang saya kerjakan di tahun ini. Pertama soal remote job yang sebelumnya saya curhatin. Jadi setelah keteteran beberapa kali dan dikasih 'teguran' oleh bos, akhirnya saya 'diberhentikan' bulan Februari. Kenapa dikasih tanda kutip ya soalnya emang seluruh proyek konten berhenti jadi gak saya doang, hehe. Kayaknya karena mereka belum berhasil masukin iklan, alhasil proyeknya mangkrak. Bulan April, saya ditawari oleh teman, yang dapet info dari temannya, jadi copywriter untuk seorang artis. Yoi, artis. :D Artis sinetron yang sudah senior tepatnya. Pertengahan April saya interview dengan yang bersangkutan, sesudah Pemilu saya mulai kerja. Sistem kerja freelance dan working remote , jadi saya gak perlu dateng ke kantor. Sistem fee ...