Resign, Again
![]() |
pic from pinterest |
So here we go again,
Dalam waktu beberapa hari saya akan memasuki tahun baru dengan status baru: pengangguran.
Walau sebetulnya gak jobless juga lah, kan ada Kana, jadi status sebetulnya 'hanya' bergeser dari working mom jadi full-time mom.
Gak bosen Tess, resign melulu?
Dalam waktu beberapa hari saya akan memasuki tahun baru dengan status baru: pengangguran.
Walau sebetulnya gak jobless juga lah, kan ada Kana, jadi status sebetulnya 'hanya' bergeser dari working mom jadi full-time mom.
Gak bosen Tess, resign melulu?
Ya gimana, alasan utamanya apalagi kalo bukan capek. Setiap hari sampe rumah paling cepet setengah 9 malem, Kana lagi seger-segernya ngajak main dan saya udah teler plus pegel karena berdiri di bus selama 2 jam atau bonceng motor selama 1,5 jam.
Alasan kedua, saya merasa underappreciated dan underestimated. Proyek di-hold sampai waktu yang tidak jelas, lalu diminta mengerjakan pekerjaan administratif yang 'gak gw banget', sampai ketidakcocokan gaya kerja dengan partner, semua jadi faktor penguat untuk segera hengkang.
Sejujurnya berat sih, sekalipun saya punya pengalaman, seumuran saya ini udah 'gak laku' di kalangan rekruter. Plus, status punya anak juga -- di pengalaman berbagai interview -- kayak momok menyebalkan buat para HRD. Jadi saya kalah saing sama anak-anak muda (dan single) yang masih fleksibel waktunya, atau para fresh-grad yang amunisi energinya masih full.
Padahal saya kerja juga bukan buat
foya-foya. Saya pengen tetap memberi bantuan finansial untuk orang tua,
saya pengen membantu suami, dan saya pengen tetap mendayagunakan otak biar gak karatan. Makanya saya berharap, jadi pengangguran ini cuma berlangsung sementara.
Sebelum bener-bener cabut, saya masih terus usaha kok cari kerja lagi. Tapi tiap ada lowongan pasti lokasi kantornya gak ada yang sesuai, dan saya kapok kalo masih harus menempuh perjalanan sekian jam.
Sebelum bener-bener cabut, saya masih terus usaha kok cari kerja lagi. Tapi tiap ada lowongan pasti lokasi kantornya gak ada yang sesuai, dan saya kapok kalo masih harus menempuh perjalanan sekian jam.
Kadang-kadang saya mikir apa ini saatnya
benar-benar menyerah dan fokus jadi ibu rumah tangga, yang terus terang
bikin saya takut. Saya khawatir, saya gak siap membayangkan rutinitas di rumah, saya cemas kalo jenuh dan gak ada distraksi untuk itu semua.
Mau gak mau, sanggup gak sanggup, akhir tahun udah di depan mata. Bismillah aja, dan biasanya sebulan pertama masih terasa menyenangkan jadi dinikmati dulu. Baru kemudian ikhtiar lagi cari pekerjaan yang juga mudah-mudahan jadi pelabuhan terakhir supaya gak pindah-pindah lagi. Aaaamiiiin.
Comments