A Bitter Blow
Akhir-akhir ini saya suka merenung, kenapa waktu hamil dan melahirkan saya bisa menerapkan konsep positive mind, positive thinking. Sekarang, saya ngerasa jadi sangat temperamen dan gampang emosional, terutama menghadapi si nona kecil. Kadang kalo udah kesel, saking gak tau mau diluapkan gimana, ujung-ujungnya nangis.
Ini juga yang membuat saya cuma ingin punya anak satu saja. Karena bukan proses partusnya yang membuat trauma, tapi huru hara-nya yang gak tahan. Cuma hal ini masih menjadi perdebatan dengan Pak Suami. Beliau pengen satu anak lagi, "Kasian kalo cuma sendiri, gak ada temen di rumah," alasannya.
We'll see lah, karena kadang kami udah ngotot bikin rencana, gak taunya Allah ngasih yang lain. Apa mau dikata?
Waktu Ramadhan tahun lalu, itu adalah bulan puasa terburuk yang pernah saya jalani. Iya saya menahan lapar dan haus, tapi menahan emosi? Nol besar. Kerjaan dengan deadline yang lagi mepet-mepetnya, drama keluarga si kakak, sampe baby blues yang masih aja menggelayuti, bikin hari-hari puasa saya super, super berat. Saya gampang marah, mudah terpancing emosi, dan yang paling ngenes: tiba-tiba saya jadi gampang memaki orang.
I'm getting way too cynical and bitter.
Saya sempet tertarik ikut pelatihan self-healing. Dikutip dari webnya Reza Gunawan, self healing itu untuk "memelihara ketenteraman dan kesehatan seutuhnya, dengan melatih kesadaran diri, agar hidup semakin ringan, ikhlas, dan selaras."
Tapi begitu ngeliat harga pelatihannya, saya langsung mundur teratur, hehehe.
Saya mesti ngebenerin sendiri. Pertanyaannya, apa yang sebetulnya terjadi? Did I push myself too hard? Mungkin. Analisa saya, karena saya masih suka menyesali keadaan yang gak seperti dulu lagi. I am missing my single life, my independent era, my carefree days. The times when I don't get attached to anything and anyone.
I am counting the minutes. I live by the ticking of the clock. I am not enjoying myself, my life.
Setelah sudah ketemu sumber masalahnya, then what should I do? Perbanyak piknik? Perbanyak ibadah dan sedekah? Pasrah dan melanjutkan hidup? Sudah pasti, tapi perasaan pahit ini saya perkirakan bakal tetap muncul kembali.
Kayaknya saya harus cari lagi nih, pelatihan self-healing yang biayanya lebih terjangkau. Kalo bisa gratis. Very urgent!
Ini juga yang membuat saya cuma ingin punya anak satu saja. Karena bukan proses partusnya yang membuat trauma, tapi huru hara-nya yang gak tahan. Cuma hal ini masih menjadi perdebatan dengan Pak Suami. Beliau pengen satu anak lagi, "Kasian kalo cuma sendiri, gak ada temen di rumah," alasannya.
We'll see lah, karena kadang kami udah ngotot bikin rencana, gak taunya Allah ngasih yang lain. Apa mau dikata?
Waktu Ramadhan tahun lalu, itu adalah bulan puasa terburuk yang pernah saya jalani. Iya saya menahan lapar dan haus, tapi menahan emosi? Nol besar. Kerjaan dengan deadline yang lagi mepet-mepetnya, drama keluarga si kakak, sampe baby blues yang masih aja menggelayuti, bikin hari-hari puasa saya super, super berat. Saya gampang marah, mudah terpancing emosi, dan yang paling ngenes: tiba-tiba saya jadi gampang memaki orang.
I'm getting way too cynical and bitter.
Saya sempet tertarik ikut pelatihan self-healing. Dikutip dari webnya Reza Gunawan, self healing itu untuk "memelihara ketenteraman dan kesehatan seutuhnya, dengan melatih kesadaran diri, agar hidup semakin ringan, ikhlas, dan selaras."
Tapi begitu ngeliat harga pelatihannya, saya langsung mundur teratur, hehehe.
Saya mesti ngebenerin sendiri. Pertanyaannya, apa yang sebetulnya terjadi? Did I push myself too hard? Mungkin. Analisa saya, karena saya masih suka menyesali keadaan yang gak seperti dulu lagi. I am missing my single life, my independent era, my carefree days. The times when I don't get attached to anything and anyone.
I am counting the minutes. I live by the ticking of the clock. I am not enjoying myself, my life.
Setelah sudah ketemu sumber masalahnya, then what should I do? Perbanyak piknik? Perbanyak ibadah dan sedekah? Pasrah dan melanjutkan hidup? Sudah pasti, tapi perasaan pahit ini saya perkirakan bakal tetap muncul kembali.
Kayaknya saya harus cari lagi nih, pelatihan self-healing yang biayanya lebih terjangkau. Kalo bisa gratis. Very urgent!
Comments
Jadi orangtua tuh ternyata emang bener2 kudu punya sabar yang tak berkesudahan ya.. :)))
Ternyata saat anak berusia balita, bukan cuma dia yang mengeksplorasi emosi, tapi orangtuanya pun belajar lagi.
:D
Go, go, Power Parents! :p