Hari Ini, Tiga Tahun Lalu..
Hari ini, tiga tahun lalu.
Saya dan dia duduk bersebelahan di dekat meja security di lantai 9 kantor kami. Dini hari. Saat itu saya shift malam, dan menunggu teman satu arah untuk diantar mobil kantor. Dia seharusnya libur, tapi ada di sana untuk alasan menemani.
Saya sedang tidak enak badan, mau flu. Tadi dia membelikan segelas jeruk hangat. Sempat ada keheningan. Saya berpikir sebentar, "Haruskah dijawab sekarang?" Rasanya deg-degan. Penentuan.
Saya ulurkan tangan, "Selamat," seraya menatap wajahnya yang kebingungan. "Anda layak dapat bintang," kata saya, cengengesan. Sungguh kalimat pembuka yang asal-asalan.
"Iya saya mau, kita jalanin ya," ulang saya, kali ini serius. Lalu wajahnya sumringah, dan muka saya rasanya ikut bersemu ungu. Antara tersipu dan pusing karena flu.
Cerita berawal dari hampir setahun sebelumnya. Ada friend request di facebook, saya merasa tidak kenal tapi mutual friends di antara kami cukup banyak. "Oke, teman kantor nih," pikir saya. Klik, confirm.
Saya sedang serius-seriusnya menatap layar komputer mengetik berita. Lalu jendela Yahoo Messenger muncul. Xyz added you as a friend. Saya amati namanya. Mirip dengan orang yang saya accept friend requestnya tempo hari.
Siapa sangka, satu klik Accept sore itu, menentukan cerita saya. Dia. Kami.
Awalnya saya malas menanggapi. Rasanya kenalan lewat YM hampir garingnya dengan kenalan bermodus sms salah kirim, atau telpon salah sambung.
Tapi ada yang gigih rupanya. Setiap saya baru datang kantor, entah shift pagi atau malam, YM-nya langsung datang. "Mau sapa dulu, sebelum (ikon YM kamu) berubah jadi Busy," ketiknya.
Ada kala dimana saya jengah. Kadang saya sengaja pasang mode invisible untuk dia. Pernah saya tidak menyalakan YM sama sekali (padahal itu alat komunikasi sesama rekan kerja juga). Lagipula, saya bukan penggemar chatting. Namun entah bagaimana, dia selalu muncul dan 'mengganggu' sampai akhirnya saya pikir, "This couldn't get any worse, just do it."
Dan pertemanan kami dimulai, dari obrolan ringan sampai obrolan politik. Hanya di dunia maya, tanpa tatap muka. Saya sebut dia: Stranger.
Sampai suatu hari, saya membahas cerita buku Perahu Kertas yang dihadiahkan sahabat saya. Lalu dia bilang mau meminjam buku itu dan berjanji mampir di meja saya. Ini momen dimana saya kira akhirnya kami akan ngobrol langsung setelah sekian lama cuma ketak-ketik di YM. Nyatanya? Dia menghampiri meja saya, basa-basi, ambil buku, lalu dia melipir kabur. Tidak sampai semenit kemudian dia kembali me-YM. Minta maaf, grogi katanya.
Sigh.
Lucu memang, kami sekantor (satu lantai malah) tapi jarang ketemu. Minta nomer telepon pun lewat jendela chatting. Saya tidak hafal mukanya, malah sering tertukar dengan karyawan lain yg berperawakan sama. Tapi dia tau, kala saya sedang di pantry, saya tadi makan siang dimana, saya sedang ngemil di meja. Kayak dikuntit.
'Kopi darat' kami akhirnya terjadi. Dia mengajak nonton film My Name is Khan. Kikuk, malu-malu, senewen, campur aduk. Tapi sejak itu, barulah dia berani mengajak ke pertemuan-pertemuan selanjutnya. Sampai suatu hari, saya diterima beasiswa belajar ke luar negeri. Kami makin intens bertemu dan ngobrol, dan sempat berangkat ke Bandung berdua (meski untuk tujuan berbeda, hehe).
Tanggal 29 April 2010, dia sms mengajak saya ngopi-ngopi ke mall sebelah kantor. Lumayan, kabur sebentar saat shift malam. Dia terlihat gelisah, kami duduk hadap-hadapan. Lalu dia mengucapkan serentet kalimat yang terakhir saya ingat, "Mau gak kamu meramaikan hidup saya?"
Okay, what? Meramaikan such as, ondel-ondel?
Hehehe, ya saya gak bloon-bloon amat mengartikan 'tembakan' itu. Tapi sayangnya, bentar lagi saya berangkat dan yang namanya LDR pasti susah. Saya minta waktu pikir-pikir dan sempat melontarkan ide gila, "Kita jalanin aja sampe aku berangkat, abis itu udah." Dia terdiam, saya kebingungan. Ide buruk.
Hot choco yang saya pesan belum habis, donat juga masih ada setengah potong. Saya minta kembali ke kantor. Hati mulai tak tenang. Sampe besok pun, pikiran saya masih dipenuhi ketakutan, kebimbangan, tapi jauh di lubuk hati, saya sudah tau jawaban saya.
And the rest of this story is what you've read before. Tanggal satu, bulan lima, dua ribu sepuluh. From strangers to friends, to lovers. :)
Saya dan dia duduk bersebelahan di dekat meja security di lantai 9 kantor kami. Dini hari. Saat itu saya shift malam, dan menunggu teman satu arah untuk diantar mobil kantor. Dia seharusnya libur, tapi ada di sana untuk alasan menemani.
Saya sedang tidak enak badan, mau flu. Tadi dia membelikan segelas jeruk hangat. Sempat ada keheningan. Saya berpikir sebentar, "Haruskah dijawab sekarang?" Rasanya deg-degan. Penentuan.
Saya ulurkan tangan, "Selamat," seraya menatap wajahnya yang kebingungan. "Anda layak dapat bintang," kata saya, cengengesan. Sungguh kalimat pembuka yang asal-asalan.
"Iya saya mau, kita jalanin ya," ulang saya, kali ini serius. Lalu wajahnya sumringah, dan muka saya rasanya ikut bersemu ungu. Antara tersipu dan pusing karena flu.
***
Saya sedang serius-seriusnya menatap layar komputer mengetik berita. Lalu jendela Yahoo Messenger muncul. Xyz added you as a friend. Saya amati namanya. Mirip dengan orang yang saya accept friend requestnya tempo hari.
Siapa sangka, satu klik Accept sore itu, menentukan cerita saya. Dia. Kami.
Awalnya saya malas menanggapi. Rasanya kenalan lewat YM hampir garingnya dengan kenalan bermodus sms salah kirim, atau telpon salah sambung.
Tapi ada yang gigih rupanya. Setiap saya baru datang kantor, entah shift pagi atau malam, YM-nya langsung datang. "Mau sapa dulu, sebelum (ikon YM kamu) berubah jadi Busy," ketiknya.
Ada kala dimana saya jengah. Kadang saya sengaja pasang mode invisible untuk dia. Pernah saya tidak menyalakan YM sama sekali (padahal itu alat komunikasi sesama rekan kerja juga). Lagipula, saya bukan penggemar chatting. Namun entah bagaimana, dia selalu muncul dan 'mengganggu' sampai akhirnya saya pikir, "This couldn't get any worse, just do it."
Dan pertemanan kami dimulai, dari obrolan ringan sampai obrolan politik. Hanya di dunia maya, tanpa tatap muka. Saya sebut dia: Stranger.
Sampai suatu hari, saya membahas cerita buku Perahu Kertas yang dihadiahkan sahabat saya. Lalu dia bilang mau meminjam buku itu dan berjanji mampir di meja saya. Ini momen dimana saya kira akhirnya kami akan ngobrol langsung setelah sekian lama cuma ketak-ketik di YM. Nyatanya? Dia menghampiri meja saya, basa-basi, ambil buku, lalu dia melipir kabur. Tidak sampai semenit kemudian dia kembali me-YM. Minta maaf, grogi katanya.
Sigh.
Lucu memang, kami sekantor (satu lantai malah) tapi jarang ketemu. Minta nomer telepon pun lewat jendela chatting. Saya tidak hafal mukanya, malah sering tertukar dengan karyawan lain yg berperawakan sama. Tapi dia tau, kala saya sedang di pantry, saya tadi makan siang dimana, saya sedang ngemil di meja. Kayak dikuntit.
'Kopi darat' kami akhirnya terjadi. Dia mengajak nonton film My Name is Khan. Kikuk, malu-malu, senewen, campur aduk. Tapi sejak itu, barulah dia berani mengajak ke pertemuan-pertemuan selanjutnya. Sampai suatu hari, saya diterima beasiswa belajar ke luar negeri. Kami makin intens bertemu dan ngobrol, dan sempat berangkat ke Bandung berdua (meski untuk tujuan berbeda, hehe).
Tanggal 29 April 2010, dia sms mengajak saya ngopi-ngopi ke mall sebelah kantor. Lumayan, kabur sebentar saat shift malam. Dia terlihat gelisah, kami duduk hadap-hadapan. Lalu dia mengucapkan serentet kalimat yang terakhir saya ingat, "Mau gak kamu meramaikan hidup saya?"
Okay, what? Meramaikan such as, ondel-ondel?
Hehehe, ya saya gak bloon-bloon amat mengartikan 'tembakan' itu. Tapi sayangnya, bentar lagi saya berangkat dan yang namanya LDR pasti susah. Saya minta waktu pikir-pikir dan sempat melontarkan ide gila, "Kita jalanin aja sampe aku berangkat, abis itu udah." Dia terdiam, saya kebingungan. Ide buruk.
Hot choco yang saya pesan belum habis, donat juga masih ada setengah potong. Saya minta kembali ke kantor. Hati mulai tak tenang. Sampe besok pun, pikiran saya masih dipenuhi ketakutan, kebimbangan, tapi jauh di lubuk hati, saya sudah tau jawaban saya.
And the rest of this story is what you've read before. Tanggal satu, bulan lima, dua ribu sepuluh. From strangers to friends, to lovers. :)
Comments