Posts

Showing posts from 2013

Amanah

Kadang, saya ngerasa, Tuhan suka bercanda dengan cara serius. Saya dan masbro sepakat (hmmm, yaaa, kayaknya saya sih yang lebih ngotot, hehe) untuk mempunyai anak tahun depan. Alasannya, satu, kami masih ngekos; dua, belum punya mobil; tiga, saya janji mau ngetrip sama Mama di awal tahun. :D Kami ngekos deket kantor saya di daerah Bidakara. Rumah mama ataupun rumah yang sedang saya cicil ada di Ciputat. Pulang pergi Ciputat-Pancoran rasanya tidak baik untuk kesehatan, fisik dan mental. Makanya kami putuskan mencari kosan suami-istri dan alhamdulillah ketemu kamar yang lebih mirip paviliun, ada kamar tidur dengan perabotan lengkap, kamar mandi dan dapur kecil. Pas deh untuk memulai hidup baru berumah tangga. Belum punya mobil juga jadi alasan kenapa saya belum ingin punya momongan. Bukan mau gaya-gayaan. Saya udah sering liat ibu hamil dibonceng dan rasanya sesek sendiri. Atau balita yang kedempet-dempet dipangku di atas motor, panas-panasan serta menghirup asap knalpot. Gak deh, ...

The Vow

Image
We're all a little weird. And life is a little weird. And when we find someone whose weirdness is compatible with ours, we join up with them and fall into mutually satisfying weirdness — and call it love — true love. — Robert Fulghum 24/08/2013 Gedung Dharma Wanita Persatuan Pusat Kuningan, Jakarta Selatan

Que Sera, Sera

Sudah dari dulu rasanya, saya paling males rempong untuk acara-acara khusus. Kalo bisa lebih simpel, kenapa dirumitin? Waktu SMA, teman-teman seangkatan ganti-gantian bikin acara ulang tahun ke-17 semeriah dan se-gaul mungkin. Mulai dari nyari venue: kafe, restoran, atau rumah sendiri, cetak undangan dengan desain funky, dress yang super heboh, dan make up dan tatanan rambut yang gak kalah dahsyat. Hampir setiap minggu ada aja undangan acara sweet seventeen ini. Saya yang malahan bokek karena mau gak mau harus beli kado dan ngeluarin ongkos taksi. :D Pas giliran saya ulang tahun, cuma satu konsep yang ada di kepala: all-you-can-eat . Iya, saya bikin acara dengan hanya mengundang sahabat-sahabat makan siang di restoran Italia yang bertema makan sepuasnya. Gak perlu ribet mikirin baju, dandanan, atau bawa pasangan. Pokoknya makan aja ampe kenyang! Toh suasana malah lebih akrab karena undangan terbatas, dan yang penting kado saya juga tetep banyak. Sewaktu kuliah, karena ceritanya u...

Truth Be Told

"I am a jumble of passions, misgivings, and wants. It seems that I am always in a state of wishing and rarely in a state of contentment." ―  Libba Bray, The Sweet Far Thing.

Duka Itu

Kabar tentang kematian, selalu menyengat. Seperti setrum listrik yang tiba-tiba membuat badan tersentak. April lalu, suami dari tante saya, pemilik rumah yang saya tumpangi setahun lebih ini, meninggal dunia setelah perjuangan gigih melawan penyakit gagal ginjal. Om sudah pensiun, jadi kesehariannya dihabiskan di rumah. Hampir setiap pagi, saya bersama sepupu-sepupu dan Om sarapan bersama. Habis makan, beliau lalu membaca berita online dari tablet-nya, atau tak jarang beliau tertidur di kursi meja makan. Si Om orang yang humoris, luar biasa perhatian, dan yang pasti beliau sangat suka makan rame-rame . Sering beliau sengaja menunggu kami -- anak dan keponakan -- pulang kantor untuk makan malam bersama-sama. Seminggu sebelum masuk rumah sakit, Om mengeluh kakinya sakit. Dari situ kondisinya menurun dan sejak itu pula, saya tak pernah makan pagi lagi dengan beliau.   Om dirawat intensif di ICU dan dipasang berbagai macam selang untuk menopang kondisinya. Selama sepuluh hari...

Quote of The Day

“The best things are nearest: breath in your nostrils, light in your eyes, flowers at your feet, duties at your hand, the path of God just before you. Then do not grasp at the stars, but do life's plain common work as it comes certain that daily duties and daily bread are the sweetest things of life.” ― Robert Louis Stevenson

Hari Ini, Tiga Tahun Lalu..

Hari ini, tiga tahun lalu. Saya dan dia duduk bersebelahan di dekat meja security di lantai 9 kantor kami. Dini hari. Saat itu saya shift malam, dan menunggu teman satu arah untuk diantar mobil kantor. Dia seharusnya libur, tapi ada di sana untuk alasan menemani. Saya sedang tidak enak badan, mau flu. Tadi dia membelikan segelas jeruk hangat. Sempat ada keheningan. Saya berpikir sebentar, "Haruskah dijawab sekarang?" Rasanya deg-degan. Penentuan. Saya ulurkan tangan, "Selamat," seraya menatap wajahnya yang kebingungan. "Anda layak dapat bintang," kata saya, cengengesan. Sungguh kalimat pembuka yang asal-asalan. "Iya saya mau, kita jalanin ya," ulang saya, kali ini serius. Lalu wajahnya sumringah, dan muka saya rasanya ikut bersemu ungu. Antara tersipu dan pusing karena flu.  *** Cerita berawal dari hampir setahun sebelumnya. Ada friend request di facebook, saya merasa tidak kenal tapi mutual friends di antara kami cukup banyak. "O...

The Ballad of A Working Mother

(Sebuah curhat ekspres) Senin pagi, email singkat masuk ke handphone. Salah seorang rekan minta maaf tidak masuk kerja, karena suaminya sakit. Habis dibaca, saya abaikan saja. Bukan apa-apa, ini bukan pertama kalinya dia absen ngantor. Minggu lalu anaknya yang sakit, minggu-minggu sebelumnya juga begitu. Selalu alasan rumah tangga. Awalnya maklum, tapi lama-lama terus terang jadi lumayan mengganggu juga. Karena pekerjaan kami sifatnya bagi rata. Jadi satu prajurit absen, pekerjaan ditanggung sisa pasukan. Saya sempet ngotot, "Emang harus banget ya, suami atau anak sakit ditungguin ampe berhari-hari, emang gak ada sodara yang lain? Kalo gak bisa ninggalin keluarga ya gak usah kerja aja." Ada juga sepupu saya, seorang dokter dan bersuamikan dokter pula. Mereka praktek di rumah sakit umum daerah. Anaknya baru mau menginjak satu tahun, dan hebatnya (atau gilanya?) mereka berdua ambil program spesialis. Di tengah kegilaan jadwal kuliah, praktek dan mengurus batita (tanpa pemb...