Pernah Kenal
"Hai gadis berjaket." Suara itu mengagetkanku.
Aku menoleh dan tercengang. Orang itu memandangku sambil tersenyum. "Apa kabar?" tanyanya.
Aku tak menjawab, hanya mengangguk singkat. Otakku berpikir keras, mencoba mengingat-ingat. Lalu aku bereskan mapku dan bersiap angkat kaki, sampai akhirnya dia bersuara lagi, "Sudah lama ya kita tak berjumpa. Hampir setahun."
Aku bingung. Nadanya penuh percaya diri, sorot matanya seolah menembus wajahku. Aku tak punya persediaan basa basi. Tapi baiklah, sebaris senyum agaknya tak akan rugi. Dan entah kenapa, orang itu harus berujar lagi, "Saya berjalan jauh kali ini. Sampai Ujung Kulon."
"Oh ya?" Sial, kenapa harus kutanggapi segala.
Dia tertawa, mungkin puas berhasil membuatku bersuara. "Saya dengar kamu punya pekerjaan luar biasa." Dahiku mengerenyit. Apa-apaan? Kali ini aku mulai tak sabar. Ku mengedikkan bahu dan segera berlalu.
Masih sempat-sempatnya ia berujar, "Kalau ada kesempatan di tempatmu bekerja, beri tahu saya." Kali ini bukan senyuman, kurasa aku meringis. Oh, bukan. Aku menyeringai masam.
"Duluan," pamitku. Tak peduli apa jawabannya atau reaksinya.
Sesudah jarak beratus meter, aku menyumpah serapah. Tak seharusnya ia menyapa. Pakai tanya kabar pula. Minta pekerjaan? Hah, siapa dia memangnya?
Huh, aku bukannya lupa, aku hanya pura-pura. Pura-pura tidak ingat. Kita pernah kenal, memang. Aku hanya ingin amnesia darinya. Sementara. Selamanya, mungkin. Cukuplah. Dia hanya, kiriman masa lalu. Kami hanya, pernah kenal.
Aku menoleh dan tercengang. Orang itu memandangku sambil tersenyum. "Apa kabar?" tanyanya.
Aku tak menjawab, hanya mengangguk singkat. Otakku berpikir keras, mencoba mengingat-ingat. Lalu aku bereskan mapku dan bersiap angkat kaki, sampai akhirnya dia bersuara lagi, "Sudah lama ya kita tak berjumpa. Hampir setahun."
Aku bingung. Nadanya penuh percaya diri, sorot matanya seolah menembus wajahku. Aku tak punya persediaan basa basi. Tapi baiklah, sebaris senyum agaknya tak akan rugi. Dan entah kenapa, orang itu harus berujar lagi, "Saya berjalan jauh kali ini. Sampai Ujung Kulon."
"Oh ya?" Sial, kenapa harus kutanggapi segala.
Dia tertawa, mungkin puas berhasil membuatku bersuara. "Saya dengar kamu punya pekerjaan luar biasa." Dahiku mengerenyit. Apa-apaan? Kali ini aku mulai tak sabar. Ku mengedikkan bahu dan segera berlalu.
Masih sempat-sempatnya ia berujar, "Kalau ada kesempatan di tempatmu bekerja, beri tahu saya." Kali ini bukan senyuman, kurasa aku meringis. Oh, bukan. Aku menyeringai masam.
"Duluan," pamitku. Tak peduli apa jawabannya atau reaksinya.
Sesudah jarak beratus meter, aku menyumpah serapah. Tak seharusnya ia menyapa. Pakai tanya kabar pula. Minta pekerjaan? Hah, siapa dia memangnya?
Huh, aku bukannya lupa, aku hanya pura-pura. Pura-pura tidak ingat. Kita pernah kenal, memang. Aku hanya ingin amnesia darinya. Sementara. Selamanya, mungkin. Cukuplah. Dia hanya, kiriman masa lalu. Kami hanya, pernah kenal.
Comments
mantappsssss.!!!!!
helsa likes this..