Gagal Move On
Saya pernah cerita tentang masuk di kantor MNO (bukan nama sebenarnya) di sini. Waktu itu saya ngerasa dihargai sekali dan penuh harap, bikin online shop from scratch itu menantang sekaligus menarik. Jadi semangat banget buat planning, brainstorming, dan lainnya.
Seminggu pertama di kantor masih magabut, saya bahkan belum dapet meja sendiri karena kantor tersebut mau pindah gedung. Okelah bersabar aja berbagi meja di ruang rapat sama dua orang lainnya (belakangan bahkan tiga orang). Jadi mirip kerja kelompok gitu.
Baru kemudian datang instruksi ini itu dari Pak Bos, jadwal meeting mulai dipenuhi sama web developer, provider logistik, vendor payment gateway, merchandiser, dan lain-lain.
Waktu itu saya semangat banget. Meski lucunya, saya gak tau posisi pasti saya di perusahaan ini sebagai apa. HRD yang saya temui pas hari pertama cuma bilang saya tetap megang web content, sesuai bidang saya sebelumnya. Sementara Pak Bos bilang, dia mau bikin tim kecil jadi siap-siap untuk serabutan. Ada untungnya juga sih, karena jadi bisa ketemu banyak pihak jadi banyak ilmu baru. Belakangan saya intip di presentasi Pak Bos kalo saya itu ditempatkan di posisi Operational. *langsung update linkedin*
Seminggu pertama di kantor masih magabut, saya bahkan belum dapet meja sendiri karena kantor tersebut mau pindah gedung. Okelah bersabar aja berbagi meja di ruang rapat sama dua orang lainnya (belakangan bahkan tiga orang). Jadi mirip kerja kelompok gitu.
Baru kemudian datang instruksi ini itu dari Pak Bos, jadwal meeting mulai dipenuhi sama web developer, provider logistik, vendor payment gateway, merchandiser, dan lain-lain.
Waktu itu saya semangat banget. Meski lucunya, saya gak tau posisi pasti saya di perusahaan ini sebagai apa. HRD yang saya temui pas hari pertama cuma bilang saya tetap megang web content, sesuai bidang saya sebelumnya. Sementara Pak Bos bilang, dia mau bikin tim kecil jadi siap-siap untuk serabutan. Ada untungnya juga sih, karena jadi bisa ketemu banyak pihak jadi banyak ilmu baru. Belakangan saya intip di presentasi Pak Bos kalo saya itu ditempatkan di posisi Operational. *langsung update linkedin*
Sayangnya semangat itu berlangsung dua bulan saja. I feel discouraged right after that.
Grup MNO ini bisa dibilang raksasa ritel. Dari fashion sampai food & beverage, mereka kuasai. Sayangnya, untuk pindah ke online, mereka masih terkaget-kaget. Jadi kendala project ini justru karena tidak didukung internal mereka sendiri. Bujet photoshoot dimentahkan bagian finance, permintaan supply sampel barang dicuekin merchandiser, proposal tambahan personel ditolak HRD, dan masih banyak lagi yang bikin macet.
Pak Bos bukannya gak gerak. Justru dia bergerak... sendirian. Tinggal lah kami - saya dan dua teman setim - yang planga plongo gak punya tujuan hidup.
Sebelumnya, saya beranggapan, proses pindah yang ribet menyita waktu jadi banyak departemen yang gak kooperatif. Yauwis. Namun setelah beres di gedung baru pun nyatanya gak membuat pekerjaan ini jadi lebih jelas prospeknya.
Kemudian, saya dapat beberapa anak kuliahan untuk magang. Lah, gue aja nyaris gak ada kerjaan, mau gw suruh apaan ini krucils, empat biji pula?! Ya akhirnya, saya ada-adain aja. Tentunya bukan kerjaan seperti bikinin minum, fotokopi surat-surat, atau beliin makan siang. Pokoknya biar di laporan magang mereka terlihat seperti kerja beneran.
Perlahan mulai ada barang-barang untuk difoto dan dibuatkan deskripsi. Pak Bos minta saya mengatur production, yang tentunya saya kerjakan dengan senang hati. Baiklah, emang kerjaan gw dulu itu mah. Meeting dengan berbagai pihak saya mulai gak diajak, diminta fokus aja ke produk dan konten.
Situs tersebut rencananya live sesudah Lebaran. Waktu semakin sempit, saya makin panik ngeberesin produk-produk yang akan tayang. Belum content untuk email dan newsletter. Edit sana, edit sini.
Lalu, sekonyong-konyong datanglah titah dari Pak Bos: saya diminta buat SOP. Yeap, standard operational procedure. Saya ditaro di posisi itu. Operational, ya kan? Dan bukan cuma satu SOP, tapi tiga, iya TIGA, untuk beberapa bagian.
Masalahnya, saya bahkan gak tau apa pembahasan terakhir dengan pihak developer, logistik, dan payment gateaway. Saya udah gak ngikutin perkembangan secara teknis. Yang lain pun gak ngasi info yang cukup. Mau mati rasanya, saya clueless.
Keselnya itu loh. Kalo tau dari awal saya mesti ngerjain bagian ini juga, seenggaknya saya bisa oper kerjaan ke teman-teman (dan anak-anak magang segambreng itu). Serabutan sih serabutan, tapi kalo dari awal dia bilang ada yang harus saya siapin, paling gak saya bisa manage waktu juga kan.
Karena belum pernah bikin, SOP tersebut sampai berulang kali direvisi, sampai eneg loh bacanya :( Gak cuma saya, satu tim jadi kayak dikejer setan. Pernah kami lembur sampai jam 11 malam untuk ngebenerin suatu dokumen karena Pak Bos pikir, "The draft is ridiculously too complicated."
Apa lo kata aja dah.
Suatu hari, saya pulang lebih dulu dari yang lain karena ngerasa capek setelah berhari-hari memforsir tenaga dan pikiran. Toh udah jam pulang kantor juga. Yang terjadi, Pak Bos whatsapp saya dan bilang, "Where are you? Have you finished your task? I don't tolerate my staff for being missing in action."
Seketika saya pengen banting hape. MISSING IN ACTION, PEGIMANEEE. KAN UDAH JAM PULANG KANTOR, MALIH!
Saya balas WA-nya, "Sorry Pak, need to go home asap. I'll continue my work tomorrow." Bodo amat, besok dia naro surat peringatan di atas meja juga saya gak peduli. Lagian lebay aja rasanya. Kerjaan yang pending juga paling cepet bisa saya serahkan dua hari lagi, karena masih perlu data dari divisi lain.
Pada intinya sih, bos juga underpressure sehingga berimbas lah ke anak buahnya.
Singkat cerita, segala drama dan lembur saya lalui dengan susah payah menahan emosi serta air mata (seriusan). Sampai di H-7 launching, Pak Bos dipanggil owner MNO, dan apa yang terjadi? Project kami ditunda.
Sekali lagi. DITUNDA. Sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Detailnya tidak perlu dibahas di sini lah ya, karena toh pada akhirnya, keputusan pemilik ya suka-suka dia aja.
Kesel pasti, capeknya jangan ditanya. Kayak lagi lomba sprint, pas lari kenceng dan hampir nyampe garis finish, tau-tau diminta berhenti dan gak boleh ikut lomba tanpa ada alasan pasti. Bukan cuma lelah fisik, hati juga sis.
Project kami dialihkan ke yang lain. Masih bidang e-commerce tapi jadi supporting team. Di satu sisi, saya bersyukur masih punya pekerjaan; di satu sisi, hampa rasanya. Pekerjaan saya jadi lebih ke administrasi (yang mana biasanya amat sangat saya hindari), tidak ada proses kreatif yang bikin panik-panik senang, trus Pak Bos malah ditarik ke holding jadi kami kembali 'kehilangan induk'.
Segala ekspektasi pun buyar.
Mau komplain hal-hal lain tentang kantor ini juga bisa panjang ceritanya. Tidak ada plafon kesehatan, asuransi yang hanya memakai BPJS (saya mau ganti kacamata dibilang mesti pake BPJS), jam kerja yang kaku (sudah gak terhitung berapa kali saya dapat 'surat cinta' dari HRD karena telat datang. Padahal kalau dilihat dari waktu absensi, saya juga gak pernah pulang on time), adalah alasan kenapa saya tidak puas dan sedikit menyesali keputusan saya.
Mungkin saya yang belum move on ya, dari dinamisnya dunia start-up dan media. Yang gak pernah kaku, meski ribet rempong tapi seru, meski serampangan tapi berwarna.
Bertahan sampai genap setahun (atau sampe dapet THR :D) itu rasanya lamaaaaaaaaa sekali. Ya mau gimana. Demi CV yang gak keliatan kutu loncat, demi uang sekolah anak, demi ongkos libur ke Eropa, dan demi kepuasan duniawi lainnya. *senyum masam*
Comments