Damn, It's So Unreal
Pertengahan tahun lalu, saya ditanya oleh salah seorang om, pertanyaan yang kemudian saya hindari selama hampir berbulan-bulan berikutnya: "Kapan menikah?"
Di keluarga besar saya, kala itu, masih ada empat orang sepupu yang berumur lebih tua, belum menikah. Semuanya laki-laki. Tinggal saya, anak perempuan dengan usia cukup matang, potensial untuk disuruh "baralek", istilah orang Minang untuk menikah.
Dan di tahun 2012 ini, empat orang yang disebut di atas, menikah semua. Panik sih enggak, tapi mau tidak mau saya mulai merasakan tekanan. Saya diinterogasi rame-rame sama om dan tante, ditanya keseriusan dengan si masbro, kapan dan kapan. Pertanyaan yang membuat sesak dan capek. Saya belum mau, saya (rasa saya) belum siap. Tapi saya tahu, keluarga saya gak akan menyerah.
Lalu, teman-teman dekat mulai mengabarkan rencananya menikah tahun depan. Alhamdulillah, saya ikut senang. Tapi bukannya ikut termotivasi, saya malah menabung untuk tes IELTS, membawa mama liburan ke bangkok, dan mulai mencicil rumah. Benar-benar tahun yang boros. Saya malah browsing beasiswa S2, menyiapkan personal statement, scan portfolio, dan seterusnya. Saya iyakan ajakan trip tahun depan ke Vietnam-Kamboja, India, dan Karimun Jawa bersama teman-teman -- yang juga masih single tentunya. :D
Saya sudah siap dengan jawaban, "2014" setiap ada pertanyaan menyebalkan itu muncul lagi. Terserah, mau dipelototi, dinasehati berjam-jam, sampe dimarah-marahi, saya siap. Saya yang punya hidup kok. Masbro setuju, dia bisa kompromi.
Manusia boleh berencana, tapi Allah juga yang menentukan.
Pertengahan November kemarin, kakak ipar masbro masuk rumah sakit. Ibu dan kakak-kakaknya datang menjenguk dari Bandung dan Bogor. Singkat cerita, mumpung lagi di Jakarta, mereka juga ingin berkunjung ke rumah. Mau berkenalan dengan mama dan lainnya.
Dan baru disini saya panik setengah mati. Meski judulnya baru silaturahmi, saya tau ini akan mengubah master plan (dan bucket list) saya. Pagi hari sebelum masbro dan keluarganya datang, saya berdoa lama sekali. Saya menelusupkan kepala di bantal. Saya nge-tweet nervous berkali-kali.
And it happened. So fast I couldn't remember when, and how, and all. Gak perlu menjelaskan semua detail saat dan sesudah pertemuan itu, yang jelas rencana saya buyar. Yah, gak semua sih. Masih bisa disambi, dan harus bisa disambi (tekad saya).
Di minggu terakhir Desember 2012 ini, saya sudah bayar DP untuk gedung. Saya sudah berkomunikasi dengan pihak katering. Saya, sudah tau mau memakai warna apa untuk pelaminan nanti.
Yes, you read that right. I am getting married, next year.
Damn.
Di keluarga besar saya, kala itu, masih ada empat orang sepupu yang berumur lebih tua, belum menikah. Semuanya laki-laki. Tinggal saya, anak perempuan dengan usia cukup matang, potensial untuk disuruh "baralek", istilah orang Minang untuk menikah.
Dan di tahun 2012 ini, empat orang yang disebut di atas, menikah semua. Panik sih enggak, tapi mau tidak mau saya mulai merasakan tekanan. Saya diinterogasi rame-rame sama om dan tante, ditanya keseriusan dengan si masbro, kapan dan kapan. Pertanyaan yang membuat sesak dan capek. Saya belum mau, saya (rasa saya) belum siap. Tapi saya tahu, keluarga saya gak akan menyerah.
Lalu, teman-teman dekat mulai mengabarkan rencananya menikah tahun depan. Alhamdulillah, saya ikut senang. Tapi bukannya ikut termotivasi, saya malah menabung untuk tes IELTS, membawa mama liburan ke bangkok, dan mulai mencicil rumah. Benar-benar tahun yang boros. Saya malah browsing beasiswa S2, menyiapkan personal statement, scan portfolio, dan seterusnya. Saya iyakan ajakan trip tahun depan ke Vietnam-Kamboja, India, dan Karimun Jawa bersama teman-teman -- yang juga masih single tentunya. :D
Saya sudah siap dengan jawaban, "2014" setiap ada pertanyaan menyebalkan itu muncul lagi. Terserah, mau dipelototi, dinasehati berjam-jam, sampe dimarah-marahi, saya siap. Saya yang punya hidup kok. Masbro setuju, dia bisa kompromi.
Manusia boleh berencana, tapi Allah juga yang menentukan.
Pertengahan November kemarin, kakak ipar masbro masuk rumah sakit. Ibu dan kakak-kakaknya datang menjenguk dari Bandung dan Bogor. Singkat cerita, mumpung lagi di Jakarta, mereka juga ingin berkunjung ke rumah. Mau berkenalan dengan mama dan lainnya.
Dan baru disini saya panik setengah mati. Meski judulnya baru silaturahmi, saya tau ini akan mengubah master plan (dan bucket list) saya. Pagi hari sebelum masbro dan keluarganya datang, saya berdoa lama sekali. Saya menelusupkan kepala di bantal. Saya nge-tweet nervous berkali-kali.
And it happened. So fast I couldn't remember when, and how, and all. Gak perlu menjelaskan semua detail saat dan sesudah pertemuan itu, yang jelas rencana saya buyar. Yah, gak semua sih. Masih bisa disambi, dan harus bisa disambi (tekad saya).
Di minggu terakhir Desember 2012 ini, saya sudah bayar DP untuk gedung. Saya sudah berkomunikasi dengan pihak katering. Saya, sudah tau mau memakai warna apa untuk pelaminan nanti.
Yes, you read that right. I am getting married, next year.
Damn.
Comments
Semoga lancar persiapan dan acaranya nanti y, K Tessa.. :D